Rehab 160 RTLH dan Jambanisasi Kota Madiun Tuntas

KOTA MADIUN (Disperkim) – Pembangunan fisik jambanisasi dan rehab rumah tidak layak huni (RTLH) di Kota Madiun tuntas. Setidaknya ada 160 penerima program bantuan sosial (bansos) tersebut, terinci 100 penerima program RTLH dan 60 penerima program jambanisasi.

Kepala Bidang (Kabid) Perumahan, Permukiman, dan Pertanahan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperkim), Budi Agung Wicaksono mengatakan, untuk pengerjaan fisik rata-rata satu rumah membutuhkan waktu dua minggu. Rehab RTLH dan pembangunan jambanisasi sudah dimulai sejak awal Juli lalu.

“RTLH yang paling banyak adalah untuk pekerjaan atap, terus di posisi struktur bangunan atau blandar yang sudah mulai keropos itu ada yang diganti beton, ada pula yang tetap diganti dengan kayu,” ujarnya, Kamis (7/9).

Pokmas tengah mengerjalan rehab atap pada program RTLH.

Agung menyebut, meski secara fisik tuntas, pihaknya kini mulai mempersiapkan namun dari sisi pelaporan yang ditargetkan selesai akhir Oktober mendatang. Untuk itu ia telah menyusun skema bersama kelompok masyarakat (pokmas) dengan membuat model klinik sebagai upaya percepatan dalam hal pelaporan administrasi.

“Jadi dari pokmas yang mengurusi bansos di masing-masing kecamatan bisa berkonsultasi di kantor Disperkim, harapannya bisa terselesaikan lebih cepat dan akuntabilitasnya baik, karena ini menjadi media pemeriksaan,” kata dia.

Pada sisi lain di Perubahan APBD (P-APBD) 2023 ini, Pemkot Madiun melalui Disperkim menambah jumlah sasaran penerima bansos RTLH. Totalnya 10 titik yang akan mendapat intervensi Pemkot Madiun.

Adapun untuk program RTLH masing-masing penerima mendapat bantuan Rp15 juta dan Rp7,5 juta untuk penerima bantuan program jambanisasi. Sedangkan kriteria penerima di antaranya rumah milik sendiri dan dihuni lebih satu orang.

Kemudian secara teknis, bansos RTLH diperuntukkan guna memperbaiki atap, lantai dan dinding. Kriteria berikutnya, telah disurvei oleh petugas Disperkim, dan kelurahan serta data penerima masuk dalam daftar terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).

“Kami ada tim yang terun ke kelurahan, dan ada sinkronisasi dari sisi kriteria penerima. Misalnya soal kepemilikan, apabila rumah ini berpotensi sengketa, maka kalau itu kita intervensi akan menjadi masalah baru sehingga inilah yang perlu kita sinkronkan,” pungkasnya. (*)